Sabtu, 22 Agustus 2009

TINJAUAN PUSTAKA TEMULAWAK


ULIVER MENGANDUNG TEMULAWAK . Melindungi keracunan sel hati, meningkatkan fungsi hati, menurunkan dan mencegah timbulnya perlemakan sel hati, bekerja secara sinergis dengan kurkumin, meningkatkan pengeluaran cairan empedu, melawan inveksi, meredakan peradangan dan mencegah penyumbatan hati dan kantung empedu, meningkatkan biosintesa RNA di dalam sel tubuh, melindungi kerusakan sel hati.
KONSULTASI DAN PEMESANAN HUBUNGI BIN MUHSIN TLP: 021-91913103 HP: 085227044550 email : binmuhsin_group@yahoo.co.id @My Ym, @MyFacebook, @MyTwitter, @MyFriendster, @MyYuwie, @MyMultiply
===

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Teori

1. Temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb.)

a. Klasifikasi

Klasifikasi rimpang temulawak menurut (Backer, 1968 dalam Sugiharto, 2000).

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Monocotyledoneae

Ordo : Zingiberales

Famili : Zingiberaceae

Genus : Curcuma

Spesies : Curcuma Xanthorriza Roxb.

b. Persebaran

Kawasan Indo-Malaysia merupakan tempat dari mana temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb.) menyebar ke seluruh dunia. Temulawak adalah tumbuhan asli Indonesia sehingga mudah sekali tumbuh dan berkembang biak di negara kita, yang mana persebarannya hanya terbatas di Jawa, Maluku, dan Kalimantan.

Saat ini tanaman temulawak selain di Asia Tenggara dapat ditemui pula di Cina, Indocina, Bardabos, India, Jepang, Korea, Amerika Serikat dan beberapa negara Eropa (Sidik, 1985).

Tanaman khas Indonesia satu ini memiliki potensi yang luar biasa, karena termasuk salah satu jenis temu-temuan yang paling banyak digunakan orang sebagai tanaman obat-obatan, bahkan konon tanaman ini memiliki kegunaaan setara dengan ginseng Korea. Tidak heran, banyak orang menganggap temulawak sebagai “ ginsengnyaIndonesia (Kunia, 2007).

Temulawak merupakan tanaman obat berupa tumbuhan rumpun atau terna tahunan (perennial). Tanaman ini mempunyai daya adaptasi yang cukup luas di daerah tropis dengan habitat yang ternaung seperti hutan / padang rumput, dan semak belukar. Tempat tumbuhnya sangat mempengaruhi terhadap kualitas dari rimpang temulawak yang dihasilkan. Bila temulawak ditanam di dataran rendah maka patinya lebih tinggi dibanding di dataran rendah, sedangkan temulawak yang ditanam di daerah dataran tinggi minyak atsirinya lebih besar dibanding di dataran rendah (Tjitrosoepomo, 2005).

Daerah dengan ketinggian berkisar antara 0-1800 m diatas permukaan laut merupakan tempat yang tepat untuk membudidayakannya. Namun temulawak juga dapat tumbuh baik di dataran rendah hingga ketinggian 750 meter di atas permukaan laut. Sedangkan curah hujan daerah sebaiknya berkisar antara 1500-4000 mm per tahun dan suhu udara untuk budidaya tanaman berkisar antara 19-30 0C (Muhlisah, 1999).

Temulawak dapat dipanen setelah berusia 8-12 bulan, yang daunnya telah menguning dan kelihatan hampir mati. Temulawak tidak terlalu rewel dengan kondisi lahan, lahan yang sudah sering dimanfaatkan sehingga kondisi unsur haranya sudah amat berkurang pun masih baik untuk ditanami temulawak. Temulawak juga mudah beradaptasi dengan daerah berpasir, tanah liat maupun tanah merah, yang penting lahan tidak terkena sinar matahari secara langsung, karena lahan di bawah pepohonan rindang akan membuat temu ini tumbuh dengan baik. Indikasi bahwa lahan terlalu panas terlihat pada daun yang menggulung bila terkena panas matahari dan mudah rusak ( Muhlisah, 1999 & Kartasapoetra, 2006)

Hampir disetiap daerah pedesaan terutama di dataran sedang maupun tinggi, dapat ditemukan tanaman temulawak. Temulawak telah dibudidayakan dan banyak ditanam di pekarangan atau tegalan sekitar pemukiman pada tanah yang gembur sehingga buah rimpangnya mudah berkembang menjadi besar, temulawak juga sering ditemukan tumbuh liar di hutan jati dan padang alang-alang. Penanaman dalam skala yang cukup luas lebih efisien menggunakan bibit asal rimpang yang sudah cukup umur (9 bulan), sedangkan perbanyakan tanaman dapat dilakukan dengan pemisahan rumpun dari tanaman yang sudah tua (Soedibyo, 1998).

c. Morfologi

1) Batang

Batang tanaman temulawak berupa batang semu yang merupakan metamorfosis atau penjelmaan dari daun tanaman, temulawak tumbuh merumpun dengan batang semu yang tumbuh dari rimpangnya. Batang semu berasal dari pelepah-pelepah daun yang saling menutup membentuk batang. Tinggi tanaman ini dapat mencapai 2-2,5 meter dengan warna hijau atau cokelat gelap. Mulai dari pangkalnya sudah memunculkan tangkai daun yang panjang berdiri tegak (Muhlisah, 1999).

2) Daun

Tiap tanaman temulawak berdaun 2-9 helai, daunnya lebar dan pada setiap helaian dihubungkan dengan pelepah, bentuk bulat memanjang atau lanset, dengan ujung dan pangkal meruncing, tepi rata seperti daun pisang (Muhlisah, 1999).

Panjang daun sekitar 31-84 cm dan lebar 10-18 cm, berwarna hijau tua atau cokelat keunguan dengan garis-garis cokelat di bagian tulang daunnya dan pada bagian ibu tulang daun (bagian tengah daun) berwarna ungu. Sedangkan panjang tangkai termasuk helaian daun sekitar 43-80 cm. Pada sisi kiri dan kanan tulang daun terdapat semacam pita memanjang berwarna merah keunguan, pertulangan daun menyirip berwarna hijau, daun pelindung banyak, yang panjangnya melebihi atau sebanding dengan mahkota bunga dan berbentuk corong, pelepah daunnya saling menutupi membentuk batang (Mursito, 2002)

3) Bunga

Perbungaan termasuk tipe exantha, yaitu jenis temu yang bunganya keluar langsung dari rimpang atau dari samping batang semunya setelah tanaman cukup dewasa yang panjangnya mencapai 40-60 cm. Temulawak mempunyai bunga yang berbentuk unik bergerombol dan berwarna kuning tua (Tampubolon, 1980). Bunga majemuk berbentuk bulir, dan muncul dari samping rimpang dengan irisan daun dalam berwarna cokelat. Bunga mempunyai panjang 9-13 cm dan lebar 4-6 cm. Bunga muncul secara bergiliran dari kantong-kantong daun pelindung yang besar dan beraneka ragam dalam warna dan ukurannya. Bunga tanaman ini memiliki banyak daun pelindung yang panjangnya melebihi / terkadang sebanding dengan mahkota bunga (Kartasapoetra, 2006).

Bunga mekar pada pagi hari dan berangsur-angsur layu pada sore hari. Temulawak mempunyai mahkota bunga berwarna putih sampai kuning dan bagian ujungnya berwarna merah. Bunga temulawak memiliki benang sari dan putik. Benang sari berwarna kuning muda, kelopak bunga putih berbulu dengan panjang 8-13 mm, kepala sari putih, putik kuning keputihan berbulu, serta helaian bunga berbentuk bundar memanjang berwarna putih dengan ujung berwarna merah dadu yang panjangnya 1,25-2 cm dan lebar 1 cm. Sedangkan tangkai bunga berbentuk ramping dan berbulu dengan panjang 4-37 cm (Soedibyo, 1998 & Tjitrosoepomo, 2005).

4) Buah dan biji

Sejauh ini temulawak belum pernah dilaporkan menghasilkan buah dan biji (Dalimartha, 2004).

5) Akar atau rimpang

Akar merupakan bagian yang terpenting dari tanaman temulawak, karena akar tinggalnya merupakan bagian terpenting untuk bahan obat-obatan (Kartasapoetra, 2006). Pada bagian ini tumbuh tunas-tunas baru yang kelak akan menjadi tanaman. Rimpang temulawak termasuk yang paling besar diantara semua rimpang marga curcuma.

Salah satu khas yang dimiliki rimpang temulawak adalah temulawak mempunyai aroma tajam menyengat dan rasanya pahit agak pedas. Akar rimpang temulawak tertanam kuat di dalam tanah. Rimpang tanaman berukuran besar, bercabang-cabang berwarna cokelat kemerahan atau kuning tua & daging rimpang berwarna oranye tua / kecokelatan (Tampubolon, 1980).

Pada rimpang bagian pinggir berwarna putih dan kuning pada bagian tengah / dalam (Tampubolon, 1980). Menurut (Kartasapoetra, 2006) uraian makroskopik rimpang temulawak adalah sebagai berikut :

a) Kepingan akar tinggal ini berbentuk bulat / jorong, bersifat keras & rapuh, bergaris tengah ± 6 cm dan tebalnya sekitar 2-5 cm.

b) Agak berkerut-kerut, berwarna cokelat kekuningan, keadaannya rata, sedikit melengkung.

d. Sinonim, nama daerah dan nama asing

Sinonim, nama daerah, dan nama asing menurut (Naiola (1986) ; Soedibyo (1998) ; Muhlisah (1999) ; Mursito (2002) ; Dalimartha (2004) ; Kartasapoetra (2006) & Sidik (2007) adalah sebagai berikut :

1. Sinonim

a) Curcuma zerumbed majus Rumph

b) Curcumae rhizoma

c) Curcumae javanicae rhizoma

d) Curcuma javanica

2. Nama daerah

a) Sumatra : Temulawak.

b) Jawa : Koneng gede, temu raya, temu besar, aci koneng, koneng tegel, temulawak.

c) Madura : Temolabak.

d) Bali : Tommo.

e) Sulawesi selatan : Tommon.

f) Ternate : Karbanga.

g) Indonesia : Temulawak, temu putih, temu besar.

h) Aceh : Kunyit ketumbu.

3. Nama asing

a)Cina : Kuang huang.

b) Bengali : Halud.

c)Arab : Kurkum.

d) Persia : Zardcchobacch.

e)Tamil : Menjal.

f) Indochina : Kunong-huyung.

e. Jenis rimpang temulawak

1) Rimpang induk (empu) : Tidak memiliki banyak cabang sehingga bentuk keseluruhan rimpang beraneka, ada bentuk jorong / gelendong dan juga bulat telur dengan anak-anakkan rimpang yang langsing panjang berjumlah 3-4. kulit luar rimpang berwarna kuning tua atau cokelat kemerahan, dan bagian dalam apabila dibelah, rimpang berwarna oranye tua atau kecoklatan (Tjitrosoepomo, 2005).

2) Rimpang cabang : Rimpang cabang keluar dari rimpang induk, ukurannya lebih kecil dari rimpang induk, tumbuh kearah samping, bentuknya bermacam-macam dan warnanya lebih muda (kuning tua atau cokelat muda). Akar-akar atau rimpang berukuran besar dan berbentuk bulat, di bagian ujung bengkak membentuk umbi yang muncul dari pangkal batang (Tjitrosoepomo, 2005).

Pada umumnya warna rimpang cabang lebih muda dari rimpang induk dengan panjang sampai 15 cm dan bergaris tengah 6 cm.

f. Kandungan kimia

Kandungan kimia yang terkandung dalam rimpang temulawak diantaranya adalah fraksi pati 29-30 % , Kurkumin / kurkuminoid 1-2 % & minyak atsiri 3-12% (Sidik, 2007), curcumon kamfer, glukosida, flavonoid, myrcene, xanthorrizol, isofurano germacreene, P-tolylety carbinol 1-sikloisoprenmyrsen, kamfer, fellandrean dan turmerol atau yang sering disebut minyak menguap / minyak terbang, anetol, pinen, dipenten, fenchon, metilchavikol, anisal dehida, asam anisal, foluymetik karbinol, minyak lemak, zat tepung, serta zat warna kuning 1-2 % yang terdiri dari curcumin & monodes metoksi curcumin. Warna kuning pada rimpang disebabkan senyawa kimia yang dikenal dengan kurkumin (C20H20O5) (Tampubolon, 1980 ; Muhlisah, 1999 ; Isdadiyano, 2000, Mursito, 2002, & Kartasapoetra, 2006).

Fraksi pati mempunyai kandungan kimia terbesar tergantung dari ketinggian tempat tumbuh, makin tinggi tempat tumbuh maka kadar patinya semakin rendah dan kadar minyaknya semakin tinggi. Pati temulawak terdiri dari abu, protein, lemak, karbohidrat, serat kasar, kurkuminoid, kalium, natrium, kalsium, magnesium, besi, mangan, dan kadmium. Fraksi kurkuminoid mempunyai aroma yang khas, tidak toksik, terdiri dari kurkumin (Sidik, 2007).

Fungsi minyak atsiri yang paling luas dan paling umum diminati adalah sebagai pengharum, kosmetik, pengharum ruangan, pengharum sabun, pasta gigi, pemberi cita rasa pada makanan dan juga sebagai terapi aroma (Agusta, 2000).

Minyak atsiri memiliki aroma sangat spesifik karena memiliki komponen kimia berbeda (Harborne,1987). Tumbuhan yang mempunyai kandungan minyak atsiri hanya tumbuhan yang memiliki sel glandula saja. Ditinjau dari segi kimia fisika, minyak atsiri hanya mengandung 2 golongan senyawa, yakni : oleoptena & stearoptena. Sedangkan senyawa organik yang terkandung dalam minyak atsiri diantaranya adalah hidrokarbon, alkohol, oksida, ester, aldehida & eter (Agusta, 2000).

Kandungan minyak atsiri dalam rimpang temulawak terdiri dari 1-sikloisoprenmyrcen, p-toluil metal carbinol, kurkumin, desmetoksi kurkumin, bides metal kurkumin, fellandrean, sabinen, sineol, borneol, zingiberen turmeron, atlanton, artumeron, ksantorizol, germakron, β-curcumin, zanthorrhizol (Mursito, 2002).

g. Manfaat temulawak

Khasiat temulawak lebih banyak dari ginseng. Manfaat dari temulawak diantaranya adalah sebagai bahan jamu atau obat tradisional (herbal medicine), dalam pengobatan temulawak bermanfaat untuk memperlancar ASI (laktagoga), anti radang (anti inflamasi), memperlancar pengeluaran empedu ke usus (kolagoga), tonikum, peluruh kencing (diuretik), menghilangkan rasa nyeri, membunuh bakteri, penurun panas & kejang-kejang, penyegar badan, meningkatkan sekresi empedu & pankreas, menurunkan kadar kolesterol, juga berkhasiat sebagai kholeretik & antipiretik, menyembuhkan sakit limpa, ginjal, sakit pinggang, asma, sakit kepala, masuk angin, mag, sakit perut, sembelit, sakit cangkrang, cacar air, sariawan, rematik, sampai jerawat sekalipun (Lubis & Abadi, 1990 ; Hutapea & Syamsuhidayat, 1991 ; Dalimartha, 2002 ; Mursito, 2000).

Badan POM menggolongkan manfaat temulawak kedalam 7 bagian, yaitu memperbaiki nafsu makan, memperbaiki fungsi pencernaan, memelihara kesehatan fungsi hati, mengurangi nyeri sendi & tulang, menurunkan lemak darah, antioksidan, menghambat penggumpalan darah, memperlambat proses penuaan, mengilangkan flek hitam di wajah ( Sidik, 2007).

Minyak atsiri berkhasiat fungistatik pada beberapa jenis jamur & bakteriostatik pada mikroba Staphylococcus sp. & Salmonella sp, serta pelancar ASI. Dan tunas muda rimpang temulawak dapat dikonsumsi untuk lalapan (Harborne, 1987).

2. Sekresi Air Susu

Mamalia atau hewan menyusui dikenal karena terdapatnya kelenjar mamae / kelenjar susu pada jantan dan betina, walaupun yang berfungsi hanya pada hewan betina. Kelenjar mamae adalah modifikasi kelenjar kulit yang dilengkapi dengan puting susu dan menghasilkan air susu untuk makanan anak. Fungsi dari sel-sel sekretoris kelenjar mamae adalah untuk menskresikan air susu (Toelihere, 2000).

Air susu disesuaikan secara alami untuk keperluan khusus setiap spesies. ASI dapat diartikan sebagai sebuah cairan berwarna putih yang menyerupai susu, yang banyak sekali mengandung nutrisi, yang bersumber dari ibu, ketika ibu tersebut sedang hamil dan biasanya dikeluarkan pada saat bayi lahir, ASI juga merupakan makanan sempurna yang dianjurkan untuk diberikan selama mungkin, khususnya pada waktu 4-6 bulan pertama kehidupannya (Esterik, 1990). ASI adalah makanan mutlak & sangat alami ideal untuk bayi karena kebutuhan bayi akan zat gizi adalah yang paling tinggi, bila dinyatakan dalam satuan berat badan, karena bayi sedang dalam periode pertumbuhan yang sangat pesat (Sajogyo et al, 1986 & Sediaoetama, 1987) yang mana masih sangat tergantung pada air susu untuk mempertahankan kehidupannya (Muchtadi, 1994). Dan pemberian ASI adalah salah satu upaya untuk mencegah kematian bayi, sebagaimana yang telah ditetapkan di Indonesia.

Menurut survey di Jakarta 38% ibu menghentikan ASI sebelum bayi berusia 4 bulan dengan alasan produksi ASI tidak mencukupi (Muchherdiyan, 1992 dalam S’roni). Manfaat ASI yakni tidak memberatkan fungsi traktus digestivus & ginjal yang belum berfungsi dengan baik pada bayi dan pertumbuhan fisik yang optimum pada bayi (Solihin, 1990).

Suatu proses pembentukan dan pengeluaran air susu disebut juga sebagai laktasi. Sedangkan laktogenesis, yaitu awal aktivitas sekresi. Serta galaktopoiesis, yaitu pemeliharaan aktivitas sekresi yang terjadi selama periode laktasi. Setelah melahirkan anak, produksi air susu meningkat secara cepat, kemudian perlahan-lahan menurun sampai anak disapih (Bagnara & Turner, 1980). Pada saat laktasi, seorang ibu memerlukan tambahan energi untuk produksi ASI (Almatsier, 2001), oleh karena itu proses laktasi sangat dipengaruhi oleh konsumsi makanan induk, ketersediaan substrat / prekusor yang ada dalam plasma darah, penyerapan substrat oleh kelenjar ambing, aktivitas enzim, serta kerja sama berbagai hormon steroid (Sugiharto, 2000).

Sel alveoli mulai aktif mensintesis air susu pada pertengahan usia kehamilan, tetapi hanya sedikit cairan susu yang disekresikan ke dalam saluran sebab diduga dipengaruhi olah faktor inhibitor (Human Placental Lactogen). Saat akhir kehamilan kadar rendah estrogen akan menstimulasi sel-sel laktotrop hipofisis untuk mensekresikan prolaktin, sehingga sel alveoli siap mensintesis dan mensekresikan air susu. Hormon utama yang mengendalikan pengeluaran air susu adalah hormon prolaktin. Hormon prolaktin dihasilkan oleh adenophypofisis yang berperan dalam proses laktasi (Suherman, 1986 dalam Khomsan, 2003). Prolaktin disebut juga laktogen, luteotropin, galaktin, mammotropin (Anggorodi, 1979). Prolaktin juga mempunyai peranan untuk mempertahankan kelestarian sistem saluran dan kelenjar sekresi (alveoli).

Proses terjadi pengeluaran air susu dimulai / dirangsang oleh isapan mulut bayi pada puting payudara. Pada saat menyusui terjadi rangsangan impuls saraf melewati medula spinalis yang selanjutnya mencapai hipotalamus. Dari hipotalamus selanjutnya akan mempengaruhi hipofisis untuk mengeluarkan hormon oksitosin yang dapat merangsang serabut otot halus di dalam dinding saluran susu agar membiarkan susu dapat mengalir (Winarno, 1987).

Kandungan gizi / nutrisi yang terdapat di dalam air susu ibu dan sangat baik bagi bayi (Purnomowati, 1997) diantaranya adalah :

a. Kolostrum (zat kekebalan) yang dapat meningkatkan daya tahan tubuh terhadap penyakit. Kolostrum merupakan cairan kuning kental yang muncul diawal-awal ASI keluar setelah kelahiran anak / berwarna kuning kemerahan, viscous, agak keruh dan mempunyai rasa agak pahit.Kolostrum mengandung karoten dan vitamin A yang sangat tinggi, Selain itu juga mengandung immunoglobulin (terutama IgA) untuk antibodi yang disintesis dalam sel plasma (sel interstitial) di lamina basalis sel alveoli. Dengan cara ini anak akan memperoleh imunitas pasif sampai anak tersebut mampu mengembangkan sendiri sistem imunitasnya. Kolostrum mempunyai kadar kalori, gula, lemak, air yang lebih rendah tetapi kadar proteinnya (kasein, albumin & globulin) dua kali lebih tinggi dari air susu yang diproduksi selanjutnya (mature milk).

b. Bakal DHA (Decosahexanoic Acid) & AA (Arachidonic Acid) yang terdapat dalam lemak ASI, sekitar 90 % DHA-AA dari ASI dapat diserap oleh usus bayi.

c. Laktoferin adalah sejenis protein yang merupakan komponen zat kekebalan tubuh.

d. Lysosim merupakan enzim pencernaan yang dapat membantu proses pencernaan, mencerna berbagai nutrisi dan kandungan zat imun (anti infeksi).

e. Leukosit atau sel darah putih mengandung antibodi pernafasan, antibodi saluran pernafasan dan antibodi jaringan payudara ibu.

f. Taurin ialah kandungan asam amino yang berfungsi sebagai neurotransmitter.

g. Protein berupa glikoprotein seperti α dan β – laktalbumin, laktoglobulin, kasein, serta protein spesifik lisosim yang mempunyai efek bakterisida dengan cara menghidrolisis dinding sel bakteri, laktosa, trigliserida, vitamin (A, B1, B6, C, dan D), mineral, (Ca, Na, K, P, Fe, MG, dan Zn).

h. Air.

i. Dalam ASI juga terdapat faktor bifidus, berupa senyawa protein, polisakarida yang merupakan media paling baik untuk pertumbuhan bakteri Lactobacillus bifidus yang berperan mengasamkan lingkungan saluran pencernaan bayi, sehingga bakteri patogen dan parasit tidak mampu hidup dan berkembang biak.

j. Dan dalam ASI juga terdapat nukleotida 72 mg / L yang sangat baik untuk meningkatkan kekebalan dan daya tahan tubuh (Majalah Ayahbunda, 2001).

Menurut (Anggorodi, 1979) faktor-faktor yang mempengaruhi sekresi air susu, diantaranya :

a) Kebakaan, yakni kesanggupan untuk menghasilkan air susu tergantung dari pada kondisi genetik hewan.

b) Jaringan sekresi, kelenjar susu yang kecil tidak menguntungkan dalam laktasi, karena ketidaksanggupan untuk menghasilkan cukup banyak air susu maupun menyimpannya.

c) Keadaan & persistensi laktasi.

d) Penyakit merupakan salah satu dari penyebab yang dapat mengurangi jumlah susu yang diproduksi. Penyakit dapat mempengaruhi denyut jantung dan dengan demikian mempengaruhi peredaran darah melalui kelenjar susu.

e) Makanan : makanan yang dikonsumsi ibu dapat meningkatkan berat badan ibu, sehingga salah satu dari kegunaan kenaikan berat badan induk selama periode kebuntingan adalah sebagai persediaan (secara fisiologis) zat-zat makanan yang cukup untuk produksi air susu (Parakkasi, 1990).

f) Faktor-faktor lain : Frekuensi memerah, kebuntingan, umur, besar tubuh, masa kering, kondisi tubuh pada waktu hewan beranak, stress dan suhu di sekitar lingkungan.

3. Tikus Putih (Rattus norvegicus)

a. Klasifikasi

Klasifikasi tikus putih menurut Natawidjaya (1983).

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Mamalia

Ordo : Rodentia

Subordo : Odontoceti

Familia : Muridae

Genus : Rattus

Spesies : Rattus norvegicus

b. Jenis

Ada berbagai jenis tikus yang ada di Negara Indonesia dan beberapa diantaranya dipergunakan untuk penelitian, seperti : tikus wirok (Baricoto indica Bechstein), tikus sawah (Rattus argetiventer Robinson), tikus pelabuhan (Rattus norvegicus), tikus belukar (Tio manicus Miller), mencit sawah (Mus caroh), tikus polensia (Rattus exulan Peale), tikus duri kecil (Rattus ardi-ardi), mencit rumah (Mus musculus), tikus riul (Rattus norvegicus Berkenhout), & tikus rumah besar (Rattus rattus diardi Jentink) (Urip, 1987).

Di Indonesia hewan percobaan ini sering dinamakan “ tikus besar “ (Smith & Mangkoewidjojo, 1998). Tikus putih merupakan hewan pengerat. Tikus putih (Rattus norvegicus) sering digunakan sebagai hewan percobaan atau digunakan untuk penelitian, dikarenakan tikus merupakan hewan yang mewakili dari kelas mamalia, yang mana manusia juga merupakan dari golongan mamalia, sehingga kelengkapan organ, kebutuhan nutrisi, metabolisme bio-kimianya, sistem reproduksi, pernafasan, peredaran darah, serta ekskresi menyerupai manusia (Sinar Harapan, 2002).

Dan tikus putih juga memiliki beberapa sifat menguntungkan seperti : cepat berkembang biak, mudah dipelihara dalam jumlah banyak, lebih tenang dan ukurannya lebih besar dari pada mencit. Tikus putih juga memiliki ciri-ciri : albino, kepala kecil, dan ekor yang lebih panjang dibandingkan badannya, pertumbuhannya cepat, tempramennya baik, kemampuan laktasi tinggi, dan tahan terhadap arseni tiroksid (Anggarawati, 2006).

c. Nama lain

Nama lain tikus putih menurut Anggarawati (2006).

1. Minangkabau : Mencit

2. Sunda : Beurit

3. Jawa : Tikus

d. Data biologis tikus

Data biologis tikus menurut Smith & Mangkoewidjojo (1998).

Lama hidup : 2-3 tahun, dapat sampai 4 tahun.

Lama Bunting : 20-22 hari.

Kawin sesudah beranak : 1 sampai 24 jam.

Umur disapih : 21 hari.

Umur dewasa : 40-60 hari.

Umur dikawinkan : 10 minggu (jantan &dan betina).

Siklus kelamin : Poliestrus.

Siklus estrus (birahi) : 4-5 hari.

Lama estrus : 9-20 jam.

Perkawinan : Pada waktu estrus.

Ovulasi : 8-11 jam sesudah timbul estrus.

Jumlah anak : Rata-rata 9-20.

Puting susu : 12 puting, 3 pasang di daerah dada dan 3

pasang di daerah perut.

Susu : Air 73 %, lemak 14-16 %, protein 9-10 %,

Gula 2-3 %.

Perkawinan kelompok : 3 betina dengan 1 jantan.

B. Kerangka Berpikir

Sebagai negara tropis, Indonesia dikenal sebagai penghasil tanaman obat, dan diantara tanaman tersebut berkhasiat sebagai obat tradisional. Selain pengobatan medis kedokteran, tidak sedikit dokter yang menyarankan pengobatan herbal atau tradisional. Seperti yang telah dijelaskan di atas, bahwa program penggunaan ASI (PP-ASI) adalah salah satu bagian dari program perbaikan menu makanan rakyat, yang tujuannya turut mencegah angka kematian bayi dan anak, serta meningkatkan kualitas hidup generasi penerus di masa yang akan dating (Masoara, 1990 dalam Sugiharto, 2000)

Namun tak jarang banyak sekali kendala-kendala yang menghalangi bayi untuk mendapatkan ASI sehingga angka kematian bayi meningkat, seperti ibu bayi bekerja, anak tidak mau diberi ASI, dan yang lebih banyak dialami oleh para ibu adalah tidak keluarnya air susu. Meningkatnya angka kematian bayi disebabkan karena kurangnya pengetahuan yang mereka miliki dan kurangnya penyuluhan dari pemerintah untuk mengatasi hal tersebut.

Sebagai upaya untuk mendapatkan bahan alami yang mungkin dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan tersebut, alternatif yang bisa digunakan adalah ekstrak rimpang temulawak dengan kandungan kimia yaitu minyak atsiri (3-12%) yang dapat meningkatkan sekresi air susu, bila diberikan setelah kebuntingan sehingga dapat meningkatkan berat badan anak dan mencegah angka kematian bayi. Selain itu temulawak mudah didapat, harganya pun terjangkau oleh masyarakat yang ekonominya menengah kebawah.

B. Hipotesis

Ho : Tidak ada pengaruh pemberian ekstrak rimpang temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb.) terhadap sekresi air susu tikus putih (Rattus norvegicus) galur sprague dawley.

HA : Ada pengaruh pemberian ekstrak rimpang temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb.) terhadap sekresi air susu tikus putih (Rattus norvegicus) galur sprague dawley.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar